Indonesia telah resmi menjadi anggota penuh BRICS, sebuah kelompok negara berkembang yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan.
Keinginan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS telah disampaikan sejak 2024. Setelah mendapatkan persetujuan dari semua anggota BRICS pada KTT Johannesburg 2023, Indonesia secara resmi menjadi anggota penuh pada Januari 2025, setelah Presiden Prabowo Subianto menjabat pada Oktober 2024.
Pemerintah Indonesia melihat keanggotaan BRICS sebagai langkah strategis untuk memperkuat kerja sama dengan negara-negara berkembang dan memperjuangkan kepentingan Global South. Selain itu, bergabung dengan BRICS diharapkan dapat membuka peluang ekspor ke pasar besar seperti India dan Cina, khususnya di sektor pertambangan.
Meskipun keanggotaan BRICS menawarkan berbagai peluang, terdapat kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap stabilitas ekonomi domestik, termasuk potensi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Selain itu, Indonesia perlu menavigasi dinamika geopolitik yang kompleks, mengingat beberapa anggota BRICS memiliki hubungan yang rumit dengan negara-negara Barat.
Secara keseluruhan, bergabungnya Indonesia dalam BRICS mencerminkan upaya pemerintah untuk memperluas jaringan diplomatik dan ekonomi, serta memainkan peran lebih aktif dalam kancah internasional.
Dari perspektif hukum internasional, dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip dasar hubungan internasional, kewajiban negara anggota organisasi internasional, dan dampaknya terhadap kedaulatan serta kepentingan nasional, bergabungnya Indonesia dalam BRICS dapat dilihat sebagai berikut:
Prinsip Hukum Internasional yang Relevan
a. Prinsip Kedaulatan Negara
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Piagam PBB, setiap negara memiliki kedaulatan penuh untuk menentukan kebijakan luar negerinya, termasuk keputusan untuk bergabung dengan organisasi internasional seperti BRICS. Bergabungnya Indonesia mencerminkan hak kedaulatan tersebut, yang digunakan untuk memperkuat posisi geopolitik dan ekonomi negara.
b. Prinsip Kerja Sama Internasional
BRICS didasarkan pada semangat kerja sama internasional untuk mempromosikan pembangunan, mengurangi ketimpangan global, dan memperkuat peran negara berkembang. Hal ini sejalan dengan Pasal 1 ayat (3) Piagam PBB, yang mendorong kerja sama ekonomi dan sosial antarnegara.
c. Prinsip Kesetaraan Negara
Dalam hukum internasional, setiap negara anggota organisasi internasional memiliki hak yang sama untuk berkontribusi dalam pengambilan keputusan. Bergabungnya Indonesia menempatkan negara ini dalam posisi strategis untuk memengaruhi kebijakan global yang diusung BRICS.
Keanggotaan dalam Organisasi Internasional
a. Sifat Keanggotaan BRICS
BRICS bukanlah organisasi internasional formal yang memiliki keanggotaan tetap berdasarkan perjanjian internasional. Sebaliknya, ini adalah forum kerja sama antarnegara yang bersifat informal. Oleh karena itu, keanggotaan Indonesia tidak mengharuskan ratifikasi perjanjian internasional oleh parlemen, tetapi lebih didasarkan pada kesepakatan politik di antara anggota.
b. Hak dan Kewajiban Negara Anggota
Sebagai anggota BRICS, Indonesia memiliki hak untuk: berpartisipasi dalam pembahasan kebijakan ekonomi global; mengakses peluang pendanaan pembangunan dari New Development Bank (NDB), lembaga keuangan yang dikelola BRICS; serta memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi dengan negara anggota. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki kewajiban untuk: mendukung agenda pembangunan yang disepakati bersama; menghormati prinsip non-intervensi dalam urusan domestik anggota lain, dan berkontribusi terhadap pengelolaan sumber daya dan institusi yang dikelola bersama.
Implikasi Hukum Internasional
Bergabungnya Indonesia dalam BRICS membawa implikasi signifikan terhadap posisi negara dalam kancah internasional. Dari perspektif hukum internasional, berikut adalah beberapa aspek yang dapat dielaborasi:
a. Hubungan dengan Organisasi Internasional Lain
- ASEAN: Sebagai anggota BRICS dan ASEAN, Indonesia harus mampu menyeimbangkan perannya dalam kedua entitas tersebut. BRICS, yang lebih berfokus pada kerja sama ekonomi global, dapat memengaruhi pendekatan ASEAN yang menekankan stabilitas regional. Jika tidak dikelola dengan baik, posisi Indonesia di ASEAN dapat terpengaruh, terutama dalam isu-isu strategis seperti Laut Cina Selatan. Namun, keanggotaan di BRICS juga dapat digunakan untuk memperkuat posisi kolektif ASEAN dalam forum global, terutama dalam menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang.
- PBB dan G20: Indonesia merupakan anggota aktif G20 dan memiliki sejarah kontribusi yang signifikan dalam isu global seperti reformasi sistem keuangan internasional. Keanggotaan BRICS memungkinkan Indonesia untuk menyuarakan agenda yang lebih terintegrasi, khususnya terkait perubahan arsitektur keuangan global, keadilan distribusi vaksin, dan transisi energi. Sinergi antara keanggotaan di G20 dan BRICS dapat memperkuat posisi tawar Indonesia dalam forum global, tetapi juga menimbulkan tantangan jika terdapat perbedaan kepentingan antara kedua blok tersebut.
b. Geopolitik dan Hukum Laut Internasional
- Laut Cina Selatan: Cina, sebagai anggota dominan BRICS, memiliki kepentingan besar di Laut Cina Selatan. Keanggotaan Indonesia dalam BRICS dapat memberikan platform diplomasi baru untuk mengatasi potensi konflik di wilayah tersebut. Namun, Indonesia harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam pengaruh dominasi Cina yang dapat merugikan posisi netral Indonesia. Sebagai negara yang berkomitmen pada hukum laut internasional (UNCLOS 1982), Indonesia perlu terus mendorong penyelesaian sengketa berdasarkan prinsip-prinsip hukum internasional.
- Keseimbangan Kekuasaan: BRICS sering kali dipersepsikan sebagai tandingan blok negara-negara Barat. Indonesia harus memastikan bahwa keterlibatannya dalam BRICS tidak mengganggu hubungan strategis dengan negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang merupakan mitra dagang dan investasi utama. Keanggotaan di BRICS harus digunakan untuk memperkuat posisi netral Indonesia dalam percaturan geopolitik global.
c. Kedaulatan Ekonomi dan Keuangan
- Akses ke New Development Bank (NDB): BRICS memiliki New Development Bank yang menawarkan pembiayaan infrastruktur dan pembangunan bagi anggotanya. Indonesia dapat memanfaatkan akses ke NDB untuk mendukung proyek infrastruktur strategis, seperti pembangunan energi baru terbarukan dan jaringan transportasi. Namun, Indonesia harus memastikan bahwa pinjaman dari NDB tidak menimbulkan ketergantungan ekonomi yang berlebihan terhadap BRICS.
- Mekanisme Pembayaran Alternatif: BRICS sedang menjajaki penggunaan mata uang lokal untuk perdagangan antaranggota sebagai alternatif terhadap dolar AS. Indonesia perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap stabilitas nilai tukar rupiah dan integrasi dengan sistem keuangan global. Implementasi mekanisme ini harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari risiko fluktuasi nilai tukar dan ketidakstabilan ekonomi domestik.
d. Tantangan Hukum Internasional
- Hubungan dengan Negara di Bawah Sanksi: Rusia sebagai salah satu anggota BRICS, saat ini berada di bawah sanksi internasional. Indonesia harus memastikan bahwa kerja samanya di BRICS tidak melanggar kewajiban internasional atau menciptakan konflik dengan mitra dagang di Barat. Hal ini penting untuk menjaga integritas kebijakan luar negeri Indonesia yang berbasis pada prinsip bebas dan aktif.
- Hubungan dengan AS dan UE: Indonesia perlu memastikan bahwa partisipasinya dalam BRICS tidak merugikan hubungan strategis dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang merupakan mitra dagang dan investasi utama.
- Komitmen terhadap Multilateralisme: Indonesia harus terus mendorong agar BRICS berkomitmen pada nilai-nilai multilateralisme, termasuk penghormatan terhadap hukum internasional. Dalam hal ini, Indonesia dapat berperan sebagai penghubung antara BRICS dan komunitas internasional yang lebih luas, memastikan bahwa kebijakan BRICS tidak bertentangan dengan norma-norma internasional.
Dengan mempertimbangkan implikasi-implikasi ini, Indonesia perlu merancang strategi diplomatik dan hukum yang matang untuk memaksimalkan manfaat dari keanggotaan BRICS sambil meminimalkan risiko yang mungkin timbul.
5. Perspektif Akademis
Beberapa jurnal dan analisis menyebutkan bahwa bergabungnya negara berkembang dalam BRICS dapat memperkuat posisi tawar dalam sistem internasional yang masih didominasi negara maju. Namun, perlu kehati-hatian dalam:
- menjaga integritas institusi domestik agar tidak terpengaruh oleh dinamika politik anggota BRICS lainnya; dan
- memastikan bahwa agenda BRICS sejalan dengan kepentingan nasional, terutama dalam hal pembangunan berkelanjutan.
Kesimpulan
Dari perspektif hukum internasional, bergabungnya Indonesia dalam BRICS adalah langkah strategis yang sesuai dengan prinsip kerja sama internasional dan kesetaraan negara. Namun, keberhasilan Indonesia dalam memanfaatkan keanggotaan ini sangat bergantung pada kemampuan pemerintah untuk menjaga independensi kebijakan luar negeri, mengelola dinamika geopolitik, dan memastikan bahwa keterlibatan di BRICS memberikan manfaat nyata bagi kepentingan nasional.
Referensi Jurnal:
“BRICS and the Global Order: A Perspective from the Global South” (Global Governance Review, 2023).
“Economic Cooperation and the Role of Emerging Markets in International Relations” (Journal of International Political Economy, 2022).
“Indonesia’s Strategic Interests in Multilateral Frameworks: A Legal Perspective” (Asian Journal of International Law, 2021).
Comments
Post a Comment